Kebutuhan Dasar Manusia
II
Dosen Pengampu :
Eka Muzyanti, S.Kep
AKADEMI KEPERAWATAN AL
HIKMAH 2
BENDA SIRAMPOG BREBES
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan
kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi
setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka
merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak
atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau
disekitarnya. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang
memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga
intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama
dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan.
Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks
kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat,
ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan
yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial
yang serius.
Kehilangan dan kematian
adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan.
Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita.
Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari
makalah kami antara lain:
1. Apakah arti dari kehilangan dan berduka?
2. Apa saja jenis-jenis berduka dan
kehilangan?
3. Apa saja dampak dan respon dari berduka dan
kehilangan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari
makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana berduka dan kehilangan itu.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui arti dari berduka dan
kehilangan.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis berduka dan
kehilangan .
3. Untuk mengetahui dampak dan respon berduka
dan kehilangan
BAB II
KONSEP DASAR
A. Berduka
1. Definisi Berduka
Berduka adalah respon
emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan
respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe
dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus
ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan
2. Jenis Berduka
a. Berduka normal, terdiri atas perasaan,
perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan,
kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
b. Berduka antisipatif, yaitu
proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang
sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang
akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum
ajalnya tiba
c. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang
yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa
berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang
yang bersangkutan dengan orang lain.
d. Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat
kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan
karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya di kandungan atau ketika bersalin.
1. Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang
paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka
hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional
klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka
terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964)
proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang
yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
a) Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak
kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau pergi
tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare,
detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b) Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai
merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.
c) Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk
sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap
tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.
d) Fase IV
Menekan seluruh
perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah
dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e) Fase V
Kehilangan yang tak
dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang
ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak
seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa
telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti
itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan
kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu
yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu
untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk
membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan.
Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression)
Terjadi ketika
kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan
mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun
dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio
Martocchio (1985)
menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan
tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor
yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari
kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin
berlanjut sampai 3-5 tahun.
4.Teori Rando
Rando (1993)
mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
a. Penghindaran
Pada tahap ini terjadi
shock, menyangkal dan tidak percaya.
b. Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi
luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan
kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
c. Akomodasi
Pada tahap ini terjadi
secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara
emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.
PERBANDINGAN EMPAT
TEORI PROSES BERDUKA
ENGEL (1964) KUBLER-ROSS (1969) MARTOCCHIO (1985) RANDO (1991)
Shock dan tidak
percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya kesadaran
Marah Yearning and protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and despair Konfrontasi
Idealization Depresi
Identification in bereavement
Reorganization / the
out come Penerimaan Reorganization and restitution akomodasi
2. Respons Berduka
Respons berduka
seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross,
dalam Potter dan Perry,1997)
PengingkaranMarahTawar-MenawarDepresiPenerimaan
1. Tahap Pengingkaran. Reaksi pertama individu
yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan
bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini
adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
2. Tahap Marah. Pada tahap ini individu
menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang
lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak
pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik
yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
3. Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi
penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba
untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan
tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan.
4. Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak
mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul
keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah
tidur, letih, dan lain-lain.
5. Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan
dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada
objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan
beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan
menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan
secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
B. Kehilangan
1. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka
merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang
terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak
kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak,
bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan adalah suatu
keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian
menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan
suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kehilangan Antara lain :
a) Perkembangan
- Anak- anak.
1. Belum mengerti
seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
2.Belum menghambat
perkembangan.
3.Bisa mengalami
regresi
- Orang Dewasa
Kehilangan membuat
orang menjadi mengenang tentang hidup,tujuan hidup,
Menyiapkan diri bahwa
kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
b) Keluarga.
Keluarga mempengaruhi
respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan sikap kuat,
tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
c) Faktor Sosial Ekonomi.
Apabila yang meninggal
merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang
dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi,Dan hal ini bisa mengganggu
kelangsungan hidup.
d) Pengaruh Kultural.
Kultur mempengaruhi
manifestasi fisik dan emosi. Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu
yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak
ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan
kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
e) Agama.
Dengan agama bisa
menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada
dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f) Penyebab Kematian.
Seseorang yang
ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan
kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat
kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
Kebutuhan Keluarga yang
Berduka membutuhkan :
a) Harapan
a. Perawatan yang
terbaik sudah diberikan.
b. Keyakinan bahwa mati
adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
b) Berpartisipasi.
a. Memberi perawatan
b. Sharing dengan staf
perawatan.
c) Support
a. Dengan support klien bisa melewati kemarahan,
kesedihan, denial.
b. Support bisa
digunakan sebagai koping dengan perubahan yang terjadi.
d) Kebutuhan spiritual.
a. Berdoa sesuai kepercayaan.
b. Mendapatkan kekuatan
dari Tuhan.
2. Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam
2 tipe yaitu:
1) Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau
diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang sangat
berarti / di cintai.
2) Persepsi
Hanya dialami oleh
seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti
bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.
3. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori
kehilangan, yaitu:
1) Kehilangan seseorang yang dicintai ( ACTUAL
LOSS )
Kehilangan seseorang
yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu
yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa
dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
Contoh : kehilangan
anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2) Kehilangan yang ada pada diri sendiri (
LOSS OF SELF )
Bentuk lain dari
kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan
ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan
mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang
dapat hilang dari seseorang.
Contoh : misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3) Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek
eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang
atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4) Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan
dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan
latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara
permanen.
Contoh : pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5) Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat
mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian
4. Rentang Respon Kehilangan
Denial Anger Bergaining Depresi Acceptance
1) Fase denial
a. Reaksi pertama
adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu
tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik;
letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.
2) Fase
anger / marah
a. Mulai sadar akan
kenyataan
b. Marah diproyeksikan
pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3) Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “
kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4) Fase depresi
a. Menunjukan sikap
menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5) Fase acceptance
a. Pikiran pada objek
yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa
yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus
operasi.
5. Dampak Kehilangan
1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat
mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa
takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.“Lahir sampai usia 2 tahun”
Tidak punya konsep tentang kematian. dapat mengalami rasa kehilangan dan
dukacita. Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang
kehilangan dan dukacita.”2 sampai 5 tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu
proses yang normal. Melihat kematian sebagai sesuatu dapat hidup kembali.
Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dalam kemampuannya untuk membuat suatu hal
terjadi.“5 sampai 8 tahun”Melihat kematian sebagai akhir, tidak melihat bahwa
kematian akan terjadi pada dirinya. Melihat kematian sebagai hal yang
menakutkan. Mencari penyebab kematian. “8 sampai 12 tahun”Memandang kematian
sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari. Mungkin tak mampu menerima sifat
akhir dari kehilangan. Dapat mengalami rasa takut akan kematian sendiri.
2. Pada masa remaja atau dewas muda,
kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.Remaja Memahami
seputar kematian, serupa dengan orang dewasa. Harus menghadapi implikasi
personel tentang kematian. menunjukkan perilaku berisiko. Dengan serius mencari
makna tentang hidup lebih sadar dan tentang masa depan.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya
kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan
suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan
suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi
tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan
respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe
dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan,
objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional
adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus
ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan
Kehilangan dibagi dalam
2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:Kehilangan seseorang seseorang
yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek
eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal. Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka
dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.
B. Saran
Dari makalah ini kami memberikan
saran antara lain:
1. Seseorang harus dapat menerima suatu
kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan selalu berduka jika mendapat
rejeki.
2. Suatu kehilangan atau berduka harus di
syukuri oleh seseorang, khususnya perawat apabila pasien mendapat musibah atau
meninggal dunia
DAFTAR PUSTAKA
Kuliat,Budi Anna
(1994).Proses Keperawatan.Jakarta:EGC
Doengoes,Mary,Marlyn
(1995).Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan.Edisi
2.Jakarta:EGC
Husain,M.
(1993).Pendidikan Keperawatan dan Hubunganya dengan Pengembangan
IPTEK.Bandung:Akper DEPKES RI
Posting Komentar